 |
Ekspresi salah seorang mengambarkan keadaan (poto susi Suzana) |
Opini.Oleh: Susi Suzana
Debat, konflik, adu argumen adalah
hal biasa dalam dunia kerja, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu
dengan bos, rekan, klien, bahkan petugas kebersihan di kantor. Kalau di lomba
debat, Anda boleh saja memakai jurus bertahan supaya menang, tapi di lingkungan
kerja, dibutuhkan cara elegan untuk mengakhiri "perang".
1. Pelajaran penting dari sidang
skripsi.
Dosen penguji pasti akan
mengeluarkan semua kritikan tentang skripsi yang kita buat. Itu juga yang
mungkin akan terjadi saat kita mendiskusikan program baru dengan bos atau
klien, apalagi bila kita tak menguasai masalah dengan baik. Pastikan apa yang
kita utarakan punya alasan dan tujuan jelas agar risiko diserang tak jadi
kenyataan. Ambil pelajaran penting saat sidang: persiapan itu penting.
2. Satukan persepsi.
Menurut ahli karier, alasan
terbanyak mengapa konflik terjadi ternyata bukan karena perbedaan pen dapat,
melainkan karena salah persepsi. Nah, sebelum debat makin memanas, sebaiknya
pahami dulu, apa sih sebenarnya tujuan berdebat. Apa maksud yang sebenarnya
ingin di sampaikan lawan bicara. Jangan-jangan tujuannya sama tapi hanya beda
cara pandang.
3. Gunakan "bahasa
jerapah"
Seringkali debat berujung pada
pertengkaran. Di ruang rapat heboh, di kantin diam seribu bahasa. Itu sebabnya,
para pakar karier menyarankan kita untuk menggunakan giraffe language, yaitu
komunikasi untuk mengobati perang argumen melalui apresiasi dan minta maaf,
seperti:
Ganti kalimat “Kan Anda yang bilang
sendiri kalau saya harus…” dengan “Maaf kalau saya salah me ngerti tentang
maksud Anda. Kita bisa membicarakannya lagi supaya tidak ada salah paham.”
Contoh lainnya, ganti kalimat ”Kan sudah saya bilang kalau laporannya harus
.... ” dengan “Terima kasih ya sudah menolong saya membuat laporan, tapi masih
perlu perbaikan.”
4. Tunjukkan dukungan.Saat rapat dengan klien, supaya
"jualan" Anda sukses, tekankan dari awal kalau program yang Anda buat
akan menguntungkan mereka, misalnya, “Program ini bagus untuk meningkat kan
brand awareness, karena…” atau “Event yang saya tawarkan berpotensi meningkatkan
penjualan produk Anda.
Konflik biasanya timbul saat ada
pihak yang merasa kepentingannya tidak diutamakan. Tapi, jangan sampai tawaran
yang kita sampaikan terlalu berbunga-bunga, nanti target perusahaan malah tak
ter capai.
5. Tersenyumlah.
Saat menerima kritik, jangan ragu
untuk pasang wajah seperti saat ingin foto buat KTP, SIM, atau profil di
Twitter. Sebab, senyum dinilai bisa melancarkan masuknya oksigen dan aliran
darah sehingga ampuh meredam emosi. Sama seperti efek menganggukkan kepala saat
sedang adu argumen. Dan cara ini diyakini bisa membuat lawan bicara tertular
sehingga suasana debat bisa lebih damai.
6. Tidak menyimpang dari topik.
Debat panjang berpotensi bikin
obrolan jadi tak karuan. Dari yang awalnya membahas tentang konten, berujung
pada membongkar aib lawan bicara. Kontrol diri Anda agar tak terjebak pada
kondisi ini, sebab ini menunjukkan Anda kurang profesional.
7. Mencari solusi bersama.
Debat yang sehat bukan mencari ide
siapa yang paling layak, namun bagaimana kita mengombinasikan ide-ide menjadi
sesuatu yang lebih baik. Istilahnya win-win solution, sehingga tak ada pihak
yang merasa dirugikan. Misalnya dengan mengutarakan kalimat “Saya setuju dengan
pendapat Anda, itu akan lebih baik lagi bila (utarakan ide yang kita punya).”
8. Berpikir positif.
Wajar saja jika Anda merasa
mengganjal saat ide ditolak atasan atau penawaran kerjasama tak memikat hati
klien. Tapi, debat bisa mengasah kemampuan argumentasi, menajamkan ide,
menguatkan mental "perang", hingga belajar terbuka menerima pendapat
orang lain. Berpikirlah positif bahwa ide yang Anda hasilkan bagus, tapi
mungkin belum jadi yang terbaik.
9. Mengalah untuk menang.
Sama seperti olahraga, butuh
pendinginan biar otot enggak kejang. Debat juga perlu pendinginan supaya
hubungan dengan lawan bicara tetap adem. Bila debat berakhir dengan bencana,
jangan malu untuk minta maaf. Maaf bukan tanda kalah, namun pembuktian kalau
kita bisa bersikap dewasa menghadapi konflik. Misalnya katakan, “Maaf ya kalau
saya sempat emosional, maklum terbawa emosi.” Yakinlah, satu kata maaf bisa
menghapus seribu benci di hati.