Gubernur Irwan Prayitno Kritisi Terkait BPS Sebut Sumbar Sebagai Provinsi Tidak Demokratis

Padang (SUMBAR) CR - Gubernur Sumbar Irwan Prayitno Kritisi Terkait Penilaian BPS yang meneybutkan Bahwa Sumbar Sebagai Provinsi Paling Tidak Demokratis di Indonesia, dan masuk pada kategori buruk, yang dipublikasikan tahun lalu yang menempatkan Provinsi Sumatera Barat sebagai provinsi paling tidak demokratis di Indonesia masuk dalam kategori buruk. Selasa (3/4).

Iran Prayitno menguraikan Demokrasi, dalam kaitannya dengan pengambilan kebijakan, urai Irwan Prayitno kemudian, dalam makna esensial yang diterima secara universal adalah kondisi di mana kebijakan diambil setelah melalui proses musyawarah dan disepakati dengan mufakat, atau, kebijakan tertentu diambil atas persetujuan mayoritas masyarakat di suatu lingkungan tertentu.


Dengan demikian, jika sebuah kebijakan pemerintah diterima oleh mayoritas warganya, maka kebijakan tersebut tidak bisa disebut sebagai tidak demokratis, urai Irwan Prayitno.



"Suara terbanyak. Itu kan yang demokrasi?" tanyanya retoris.


Berpijak pada definisi yang ia sebutkan, Irwan Prayitno mempertegas argumennya menjelaskan, menyoroti sebuah kebijakan tanpa mempertimbangkan proses pengambilannya dan penerimaan masyarakat atasnya akan mengantar peneliti manapun pada simpul yang keliru.

"Jadi BPS meletakkan indikator tentang demokrasi itu tidak tepat. Coba indikatornya setuju atau tidaknya masyarakat atas kebijakan tersebut? Lain hal apabila 51% masyarakat Sumbar tidak setuju anak-anaknya berkerudung, tidak senang anak-anaknya pinter baca Quran, namun (Pemprov) tetap menjalankan kebijakan tersebut, itu baru tidak demokratis," katanya mengoreksi.

Selain indikator yang dipilih BPS, Irwan Prayitno juga menyayangkan cara BPS menafsirkan data serta narasumber yang ditunjuk untuk menginterpretasikan data.

Irwan tidak mengurai panjang-lebar mengenai apa yang ia maksud dengan tafsir data yang tidak tepat. Namun, ia dengan tegas menyatakan, narasumber yang dipilih BPS adalah narasumber yang sekuler. 

"Saya pesan ke BPS, data, selain harus diolah dengan metode yang tepat, menafsirkannya juga harus tepat. Lagipula, untuk Indeks Demokrasi ini BPS narasumbernya sekuler," pungkasnya.

Dua hal ini, kata Irwan, penafsiran data yang tidak tepat dan narasumber sekuler, sedikit banyak juga memiliki kontribusi pada kekeliruan survey BPS.

"Surveynya jadi subjektif, tidak objektif," tegasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post